Selamat pagi Dunia, selamat pagi wahai adindaku. 16 hari
sudah diriku mengijak dunia rantau, berbagai letih, air mata , serta rindu
kampung halam tak terbendung lagi, andaikan diriku di berikan kesempatan, aku
hanya ingin waktu antara Manado dan Bogor di persatukan agar tak ada lagi yang
namanya keletihan dalam melepas rindu, tapi apa daya diriku hanyalah manusia
biasa yang tak kuasa akan waktu aku hanya bisa berdoa bersama waktu berharap
dia datang bersama dengan saat yang kutunggu. Ingin rasanya berbincang
bersamamu di warung kopi bersama hembusan angin itu, ingin rasanya menghirup
udara yang sama dengan udara yang engkau hirup bersama rindu, ohhh Langit apa
arti dari pada rindu, bisakah seorang Khalil Djibran mengambil sejilid buku
tentang tafsir rindu bisakah Jalaludin Rumi menafsirkan apa itu rindu. Sungguh
aku pun tak pernah tau apa arti rindu, semua telinga ingin mendengarkan
tafsiranku tentang makna rindu jawabku singkat. “Engkau akan berbicara dalam
hati bersama hembusan angin serta menitihkan air mata, engkau merasa seakan
ruhnya menjelma bersama angin ketika engkau berbicara bersama tetesan air
matamu serasa saat itu ia telah mengecupmu, seolah ia telah memelukmu dari
kejauhan. Ohh rindu hanya air mata yang mampu menafsirkan. Dada pun mulai
sesak, mata pun mulai menghampa. Di lorong-lorong sekolah ku temukan setitik
senyumanmu di sana, tapi kita tak ada lagi senyuman itu, kini fatamorganalah
yang mengantarkanku ke sana tersenyum sendiri membayangkan itu. Saat itu memang
aku merantau, saat itu diriku tak bisa membuatmu tersenyum di pagi hari, hari
ini engkau hanya bisa bercumbu dengan bayangku, hari ini engkau hanya akan
menitihkan air mata melihat mereka bergandengan bersama. Tapi sesungguhnya hati
berjanji sepenuh hati, tahukah kamu hati senantiasa berontak bersama rindu,
tapi apalah daya wahai adinda aku tak bisa berbuat apa-apa, tak bisa segagah
mereka. Tapi ingatlah suatu saat jika kesuksesan telah menjemputku, maka 1 hal
yang tak ku lupakan, yakni orang yang senantiasa bersama ku di kalah susah dan
rindu. Tahukah kamu sekeras apapun perjuanganku, sekeras apapun diriku, secuek
apapun parasku, sungguh aku tak pernah melupakan orang yang senantiasa menyayangimu, meski hubungan ini hanyah
sebesar biji jagung saja, tapi semoga hati ini bisa setinggi Kelapa di tepi
pantai itu adinda. Tunggulah aku di seberang sana, temuilah aku di kalah engkau
lelah, letih dan tak lagi bertepi sedih. Sungguh aku akan tetap di sini bersama
angin yang akan menjadi sahabat sejati. Ingat!! tunggulah aku di sebrang sana
oh adinda, aku tak ingin berjanji tinggi saat ini. Biarlah hati yang akan
menjadi ruang rahasianya. Aku menunggu di hembusan angin selanjutnya, kapan
lagi kita akan bertemu meski hanya sekilas engkau tersenyum kapan lagi kita
akan bernyanyi ria bersama. Sungguh tatapanmu membasuh luka ini.
Bogor
24-08-2014
Bang
Hunta