Minggu, 05 Januari 2014

Syair Pedas Di 2014

Dedaunan sore mekar indah, ketika kuncup bunga menampakan kecantikannya, hentakan canda tawa para balita, dan seruan Adzan pun tiba bersama tenggelamnya matahari
hidup begitu keras, ketika dunia telah menjadi buta semenjak perginya Nabi kita bersama para mujahidnya. Dunia begitu najis rasanya ketika tangan-tangan kotor harus mendaratkan jiwanya, tanah lapang rumputku dulu tempat aku mengisi hari-hari indah bersama cintaku padanya, seketika telah sirna, asap polusi makin menjadi-jadi, seakan bumi terkena influenza, ketika bel sekolah berbunyi aku pun bersandar di teriknya siang melepas dahagaku yang menyesakkan, bersandar di pohon kelapa sambil memetik buahnya sembari menatap langit cerah yang saling membagi cinta dengan penduduk bumi, kita kerajaan itu telah kusam. pabrik industri telah menghapus estetika alam ini, seakan pertiwi menagis dalam sepinya, memohon kebangkitan bangsa ini, kita telah gagal mengisi kemerdekaan ini. 

ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). sekarang di depan saling mencaci di tengah selalu di khianati dan belakang saling menyerobot, mana semboyan dulu yang merdu itu sekarang sendu dan membeku. 


uang telah menjadi Tuhan dan Tuhan telah dilupakan karena uang, nilai bagai ayunan utama dalam menentukan masa depan, para seniman sekolah selalu diabaikan, para pengagasan selalu di patahkan, ungkapan pesimis selalu di lontarakan, nilai menjadi jaminan masa depan, kurikulum telah membodohi bangsa ini, dan memang bangsa ini sudah tak cerdas lagi emosinya, yang baik di abaikan yang pintar utamakan, yang sabar dan syukur di kubur, yang juara satu di sanjung bahkan mereka pemimpin sekolah, alangkah bodohnya sekolahku ini, semua di tafsirakan yang logika seakan estetika di tiadakan, 



katanya aku harus rajin tapi kau malah main-main.
kau suruh aku menghormati hukum kebijaksanaanmu menyepelehkannya
engkau suruh aku berakhlak aku berakhlah kau memperalatku
kau ini bagaimana, engkau suruh aku sholat engkau sendiri tak pernah berbuat 
aku harus bagaimana, engkau bilang hormati gurumu aku hormati malah dikhianati
kau suruh aku sabar, aku sabar kau malah berdebar
kau suruh aku menitih prestasi aku menitih prestasi kau makin bereaksi
Kau bilang inilah percontohan aku lihat saja masih ada bocoran yang berserakan
kau bilang kita harus mempunyai budaya malu aku berbudaya kalo malah tak berdaya
kau bilang UN itu dekat kau sendiri makin nekat
engkau bilang Bilingual anak cerdas kau sendiri mengandaskan kami
Engkau bilanng aku harus menjaga sekolah kau sendiri seperti penjajah
kau bilang pendidikan itu mahal kau sendiri malah mencari mahar
aku harus bagaimana kau suruh aku bersekolah aku bersekolah kau bilang aku berdosa
engkau ini bagaimana atau aku yang harus bagaimana


2014

Sabtu, 04 Januari 2014

Syair Cita-cita

Masa lalu, oh masa lalu, engkau yang sering menjadi malapetaka bagi memori setiap kenanganku, juga sebagai cambuk bagi kehidupanku setelahnya, ohh masa lalu meski engkau telah berlalu aku berharap tak berlalu bersamamu. Aku pun ikrar dengan janji, aku telah membela mimpi-mimpiku, aku telah berusaha mewujudkan itu, pendidikan telah jauh dari pendidikan, mendidik bukan lagi pada mental tapi uang telah menjadi peluang, idealisme telah kotor dan najis untuk jaman saat ini. 

orang idealis bagaikan penyakitan, yang tak mungkin sembuh, mereka seperti dikucilkan bagai imam bonjol di asingkan di tanah Sulawesi Utara. Pendidikan adalah tonggak kehidupan, pendidikan bukan hanya mejadi sorotan media mencari harta, peluang manusia menciptakan uang, dan tikus-tikus yang berlagak cerdas namun candas di atas tinta kesucian.

 Mimpi telah beribu, angan telah membumbung, semua telah tertulis dan terlukis. aku pun mengkerucutkannya seperti Nasi Tumpeng. aku bermimpi ingin menjadi seorang tokoh Indonesia menjadi seorang yang akan di kenang dan di hormati di tanah pertiwi ini, aku ingin berjuang seperti beruang aku ingin maju dan melaju mengejar mimpiku, akan hentikan semua senda gurau dan foya-foya yang hanya menjadi fatamorgana, aku tak peduli meski tulang akan patah, hinaan dan ejekan akan mencekam, sakit hati dan luka akan menduka. inilah aku orang hebat tidak di besarkan dengan,sanjungan orang hebat tidak di besarkan dari jiwa yang berfoya-foya. aku ingin berjuang meski tulang akan remuk, sendi ku akan berteduh dari keletihan, meski mataku akan menghitam legam mencengkram, aku tak peduli karena orang di besar dari air mata buka tertawa.

 Aku bermimpi agar pendidikan di bangsaku ini melahirkan konsep dengan omset yang menjadi investasi moral anak bangsa kita, politik busuk harus di gusur dari bangsa ini, kita harus berevolusi, meski penjajah telah tiada meski senjata tak lagi berjaya, tapi kita perlu merubah, merubah apa yang seharusnya dirubah menuju hidup yang lebih bermakna. Aku berharap dan bermimpi bisa menjadi Bpk revolusioner pendidikan bangsa ini

Aku ingin meneruskan jasa KH. Dewantara, meneruskan dakwah cerdas sang Buya Hamkah, aku ingin membuat KH Ahmad Dahlan tersenyum melihat anak bangsa dengan bangganya, aku ingin melihat senyuman manis Ibu kita Kartini yang telah lama pudar di makan udara kapitalisme, aku ingin sekali memeluk Bung Tomo yang penuh totalitas berkelas, dan aku berharap Soeharto tetap tertawa dengan wibawah melihat anak bangsanya. Merekalah para jiwa-jiwa hebat, segenap dari mereka menyandarkan harap dan cita-cita bangsa ini, merdeka itu mudah tapi mengisi kemerdekaan hendaklah tak mudah, hirup pikuk kegagalan bangsa telah terasa, seakan ibu pertiwi kesayang kita telah menangis, dia telah kehilangan senyum lamanya bak Hayati yang kehilangan senyumanya di buku Van derwick. 

Di atas ini aku berjanji sehidup semati merubah bangsa ini dari apa yang mesti di rubah, wahai para tokoh bangsa ini, jikalau tantang akan menantang, rintangan akan menghadang, dan perjuangan akan berbicara. temukanlah aku di padang mimpimu di dasar cintamu untuk bangsa ini 

Manado 4-01-2014


Rakhmat Ramdhany Hunta
Revolusioner Pendidikan