Senin, 23 Maret 2015

"Terperkosa"



Di pagi  itu, termenenung sendu hati mentap pilu langit. Melihat setiap jingkratan kaki menuju masjid subhu itu. Meminta ampun, memohon kepada Tuhan, kalau-kalau kehidupan masih terus terlanjutkan dengan segudang izin.

Kita sibuk menghiasi hidup dengan semua kesibukan, kita sibuk mempersiapkan masa tua sampai lupa bahwa besok mungkin ajal akan segera mengetuk pintu rumah kita.
Hidup kadang tak seadil yang terkonsepkan, ketika sebuah ekspedisi mencari jati diri, mencari tujuan mengapa kita di lahirkan?, mencari setiap laci-laci buku berharap akan engkau temukan secercah maksud hati dan bertanya: “Mengapa saya dilahirkan”. Mencari setiap guru, bertanya tentang maksud hati mengapa kita di lahirkan?. Sekeluarnya di kelas, engkau seperti sebuah kera yang senang dan bahagia melompat-lompat kerena telah menemukan jawaban atas setiap pertanyaan selama ini.
Aku pun mentapa wajahmu, wajah yang mencari jati diri, wajah yang ingin tau akan setiap pertanyaan yang muncul. Aku pun menatap senyumanmu yang lihai, bibirmu tipis, menatap jidatku yang terpenuhi cahaya keringat. Engkau masih menatapku lagi pada tatapan kedua di ruangan itu, jarak kita semakin dekat bahkan angin tak mampu membatasi jarak kita yang  semakin mendekat. Matamu menatap ringkas dan tegas padaku, tak tau dosa apa yang terjadi di ruangan penuh laci-laci ilmu ini, engkau seperti menatapku menggoda, memaikan mata, menari-narikan bibirmu. Masih terus engkau mentapku dengan tatap itu, di langkah kakiku selanjutnya wewangianmu tercium rapat di hidungku, semerbak jasmine. 


Dan hal terjadi, wajah kita tinggal berbatas angin, tinggal angin yang membatasi kedua tatapan mata kita. Aku pun terdiam seribu bahasa dengan tatapn menggodamu, sekira-kiranya keilmiahaanmu telah cacat, keilmiahaanmu telah terperkosa dengan itu, aku bingung sedetik setelah tatapan ini, apakah yang akan berkelanjutan?, apakah ini,  itu, dan sebagainya.. aku tak tau, tapi ku pastikan sebelum detik selanjutnya berpindah maka satu hal yang  ingin ku katakana.


“Jika seandainya, ini persitiwa Yusuf dan Julaiha kontemporer, maka boleh ku bertanya satu?. Jika ini terjadi maka aku bukanlah seorang Yusuf, melainkan  Giacomo Girolamo Casanova de Seingalt, yang memperkosa adiknya dan kakaknya sendiri, maka aku hanya bisa membelai wajahmu dan berkata: “ Semoga kesucianmu tak akan pernah di perkosa sehingga akulah satu-satunya pria yang menjadi cinta”

“Terperkosa”                                                                                                                                           


Bang Hunta, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar