Senin, 11 Mei 2015

My Name Is Riba (part 9)



 


Petemuan Itu

Di tinggal mati oleh seorang Ayah ketika masih bayi, kehilangan seorang kakak sebelum kelahirannya dan di tinggal pergi dan tak akan kembali oleh mahkotanya yakni Ibunda. Keadaan ini cukup memukul relung batin Fatih. Rasanya usia yang belum sempatan membuktikan semuanya kepadanya Ibunya nama ajal telah memanggilnya.

Fatih memutuskan untuk merantau meninggal kediamannya, kalau-kalau mungkin dapat mengobati relung hatinya yang telah di belah pecah menjadi 3. Fatih memutuskan untuk pergi ke Al- Hirah, melihat bagaimana kehidupan kerajaan dan para politikus yang di lahirkan dari negara itu. Perjalanan di lakukan selama beberapa hari dengan membawa bekal dan uang seadanya Fatih mencoba menantang dirinya untuk menulis cerita baru hidupnya di Al-Hirah, di Al-Hirah Fatih dapat bertemu Pamanya yakni seorang pejuang pembrontakan yang telah melarikan diri ke Al-Hirah paska kematian Ayahnya. 

Di Al-Hirah Fatih kembali menulis, namun karena biaya yang telah menipis sampai-sampai uangnya harus habis ketika menginjak bulan pertama, karena maklumlah Paman Fatih adalah orang seadanya dengan rumah yang  sederhana dengan biaya seadanya membuat Fatih tak tega untuk tetap menetap di sana selama berminggu-minggu lamanya, Fatih Pun memutuskan untuk tinggal di sebuah asrama para perantau yang di sediakan oleh pemerintah setempat. Sebelum pergi Paman Fatih bernama Husain menawarkan Fatih agar tetap tinggal di sini, tapi Fatih tetap tak mau merepotkan keluarga mereka dikarenakan beranak 4 dan tempat yang sangat pas-pasan membuat Fatih tak mau menambah sempit jatah makanan mereka serta tempat tidurnya.

Sesampai di asrama itu, Fatih kembali menulis dan bekerja sambilan sebagai buruh bangunan yang gajinya cukup untuk membiyai makan dan asrama, Fatih melalui hari-hari sulitnya karena asrama yang memakai sistem militer senior di mana setiap perintah senior adalah fatwa jika tak terpenuhi maka pukulan pun akan mendarat. Di suatu kejadian Fatih menumpahkan minumnya di meja para senior ketika sedang santap malam. Senior di sisi kiri pun berdiri dan menunjuk Fatih dengan  jari telunjuk dan berkata “Jangan menghina kami dengan menumpahkan minum itu”. Fatih pun tetap menatap lurus kedapan seolah meanggap tak ada yang terjadi. Senior dengan badan kekar dan besar memanggil Fatih “Kamu tak menghargai kami sebagai senior, harusnya kalau kamu punya rasa hormat mintalah maaf”. Fatih pun berbalik dan sambil memegang piring dan sebuah gelas berkata:” perlukah saya menghormati anda, saya yang  salah ataukah anda yang gila akan hormat, mungkinkah jika ku lakukan ini”. fatih pun meleparkan gelas itu di baju senior tadi, kemudian senior sontak refleks melompati meja yang ia duduki dan menghampiri Fatih dengan sebuah tendangan. Mudah saja bagi Fatih menangkisnya sekaligus mematahkan kaki senior. “jangan gila hormat dan maaf, saya tak sengaja anda sudah terlalu berlebihan, senior lain biasa saja tapi seperti anda merasa paling kuat sebagai senior di sini sehingga menganggap kami babu dan lemah”. Dengan kondisi tergeletak, insiden pun membuat para senior yang  asiknya menyantap makan malam yang mengerumuni Fatih dan mencoba memukulnya, tanpa panjang lebar teman-temannya seangkat pun memukul senior yang  pertama maju untuk memukul Fatih, terjadi baku pukul antara senior dan junior, banyak yang terluka Fatih juga demikian membiru semua wajahnya karena pukulan dan tendangan tak sedikit senior yang di patahkan kakinya oleh junior, malam itu adalah malam yang begitu ruwet dan mumet, mengetahui hal ini, penjaga asrama pun menghentikan insiden gila ini.  

Insiden itu membuat Fatih di usir dari asrama namun jiwa membrontak kepada penghianatan membuat Fatih menampar wajah pimpin Asrama sebelum pergi dan berkata:” saya tak pernah berbuat lebih di sini, seniorlah  yang merasa seperti Nabi yang ingin di puja puji, niat saya hanya ingin mematahkan sifat Keji mereka itu, namun anda ingin saya keluar dengan insiden yang mereka puitisasikan sendiri sehingga saya yang di salahkan”.

Tak terima dengan perkatan dan tamparan kepala Asrama berlari memanggil polisi, Fatih pun berlari keluar asrama dengan nafas yang tersenduh-senduh panik, sesampai di luar Fatih berlari menuju pasar untuk menghilangkan jejaknya, menyusuri gang-gang dan teriakan  pembeli penjual membuat para polisi hampir kehilangan jejak tapi Fatih terjatuh di sebuah tumpukan sayur karena kaki tersangkut oleh besi panjang, tiba-tiba lewatlah Pamanya Husain: Masuklah cepat di kotak ini ujar pamanya. Para polisi itu kewalahan mencari Fatih yang hampir saja di pukul tapi berkat penyelamatan indah pamanya membuat Fatih selamat dari hukuman.
Husain: kenapa engkau sampai di kejar-kejar polisi?
Fatih: saya di keluarkan dari asrama itu karena membuat kekacauan, merasa kecewa dengan itu saya menampar pimpin Asrama itu.
Husain: Kenapa?
Fatih: Senior memukul saya kemudian saya membalasnya. Tak tega teman-teman saya melihat hal ini, makanya mereka membantunya saya, di tuduhlah saya yang membuat onar padahal merekalah maka berkobar-kobar membuat di usir dari asrama.
Husain: ya sudah, tinggal di rumah Paman, besok kita ke Istana Raja. Kemas barang-barangmu kita berangkat menuju negara tengah.

Di sanalah Fatih melihat langsung  kehidupan raja yang mewah bagaikan surga, sehingga teman-teman sastrawan menuliskan dalam satu bab di buku itu tentang “ Surga manusia Iblislah yang  menempatinya”. Para wanita cantik menghiasi kerajaan, patung-patung keluarga raja di lapisi emas, barang-barang antik di seluruh dunia ada di sini, di surga para Iblis. Sungguh hanya surga Tuhan yang dapat mematahkan keindahan ini, indah sekali!. Fatih menatapnya seperti anak kampung pedalam yang pertama melihat pesawat terbang dan duduk di sana untuk waktu yang lama.
Husain: sekarang kamu bekerja sebagi pengantar makanan kerajaan. Mulai dari Ratu dan Raja sampai putrinya.
Fatih: kenapa saya di pekerjakan disini?
Husain: tunggulah selama seminggu, berkellingalah, kelak kamu akan tau kenapa kamu bekerja di sini.

Seminggu Fatih bekerja sebagai tukang, tukang antar makanan raja, karena Raja dan Ratu lebih menyukai santap resmi di meja panjang ketika malam dan pertemuan kerajaan. Raja lebih memilih halaman rumahnya sebagai tempat santap siang di mana ketika santapan di lahap dengan anggun, di perhadapankan dengan taman-taman hijau indah dengan denyat-denyut air mancur sebagi instrumennya, dan burung-burung  minum dan bersih-bersih di sana sesekali sehepas hujan waktu romatis keluarga  raja ketika pelangi menjadi lukisan alami yang menggugah jiwa tapi sayangnya tuan putri tak di rumah menikmati fasilitas mewah itu. Tak tau mengapa seminggu bekerja tak pernah ku lihat wajah cantik putri raja yang terpampang lukisan karikaturnya. Goresan pensil hitam putih yang tak cukup jelas menafsirkan cantiknya, membuatku penasaran kenapa wanita dengan senyuman manis penuh ceria namun penuh wibwah seperti Ibundanya.
Di tengah malam.....

Husain: Bangulah, bangun. Kita akan ke pinggiran kota malam ini.
Bertanya-tanya dalam hati  Fatih, apakah pamanku memang sakit jiwa sehingga aku bangun ketika pagi belumlah tiba.
Husain: apa yang kamu lihat selama seminggu?
Fatih: saya seperti mengenal wajah-wajah penjaga itu, tapi ku anggap mungkin mirip saja
Husain: ceritakan lebih
Fatih: kenapa beberapa pekerja dapur wajahnya seperti tergores sayatan pedang di pipinya?
Husain: adakah kebingungan yang lebih?
Fatih: seperti ada beberapa wajah di sini yang lekukan  pipinya sama seperti Ayah, dan mengapa beberapa orang di sini sering menegurku seakan kenal dan memang benar mereka mengenal namaku ketika hendak kembali ke rumah. Tapi tidak ketika aku sedang bekerja di istana.
Husain: merekalah keluargamu yang terbingungkan dalam pikiranmu. Mereka adalah pengikut Ayahmmu, hanya tanda lahir di pundakmu membuat mereka kenal dirimu ketika sedang berganti baju di ruang kerja, makanya kenapa tak ada perempuan yang bisa menegurmu tapi lelaki sering. Mengapa wajah Ayah seakan sama seperti wajah para penjaga, mengapa para pekerja dapur seperti tesayat pedang pipinya. Ketahuilah bahwa mereka adalah budak-budak yang di ambil dari Negeri Tazkia, tapi sesungguhnya mereka adalah mantan pejuang di zaman bapakmu, setelah kematian bapakmu mereka memutuskan untuk ke Istana bekerja secara gratis di sana dengan jaminan hidup yang lebih layak dan melupakan semua kejadian itu.
Fatih: mengapa harus pembrontak yang di perbudak?
Husain: tak ada perlawanan dan selepas Ayahmu meninggl, tak ada sosok pemimpin di kelompok kita. hanyalah paman yang di tunjuk menggantikannya, tapi paman sadar Ayahmulah seorang pejuang dan pemimpin sesungguhnya. Dengan berat hati agar pembrontak di anggap telah bersih dan agar teror kepada keluarga tak lagi terjadi kami memutuskan menjual diri kami di pasar Budak yang berada di TAZKIA. 

Dan hari ini semua telah lupa. Akan tetapi dendam kembali membara
Fatih: apakah belum terselesaikan semua pembrontakan ini sejak kematian Ayah?
Husain: Hampir. Tapi kamulah yang membuatnya kembali bersemangat, dendam itu hidup, karyamu membuat raja tak tidur 3 hari dan hampir-hampir gila di buat olehmu. Raja kembali menyerang sastra bukan pembrontak lagi.
Fatih: adakah semangat itu masih berkobar lagi?
Husain: Dia membakar jiwa, ketika beredar kabar dari sahabatku yang melihat engkau mengurusi jenaza Ibumu sendiri dan tanpa menaruh nisan, engkau menguburkan ibunda di belakang rumahmu bersamping dengan Ayah karena mungkin akan tercium bahwa engkau adalah anak Aziz Bin Fatih. Kesakitanmulah yang membuat mereka lebih membara
Fatih: Apa yang terjadi setelah mereka tau kematian Ibunda
Husain: Kami membunuh mata-mata raja terbaik, membuang jenazanya dan di alirkan di sungai sampai sudara kita menjemput jenazanya di Al-Huston, dan merekayasa kematian itu dengan kecalakaan kerja.
Fatih: Apa yang harus tetap saya lakukan dan hentikan
Husain: tunggulah. Berkerjalah dengan bahagia, sampai raja akan jadi korban terakhirnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar