Petemuan
Itu
Di tinggal mati oleh seorang Ayah ketika masih
bayi, kehilangan seorang kakak sebelum kelahirannya dan di tinggal pergi dan
tak akan kembali oleh mahkotanya yakni Ibunda. Keadaan ini cukup memukul relung
batin Fatih. Rasanya usia yang belum sempatan membuktikan semuanya kepadanya
Ibunya nama ajal telah memanggilnya.
Fatih memutuskan untuk merantau meninggal
kediamannya, kalau-kalau mungkin dapat mengobati relung hatinya yang telah di
belah pecah menjadi 3. Fatih memutuskan untuk pergi ke Al- Hirah, melihat
bagaimana kehidupan kerajaan dan para politikus yang di lahirkan dari negara
itu. Perjalanan di lakukan selama beberapa hari dengan membawa bekal dan uang
seadanya Fatih mencoba menantang dirinya untuk menulis cerita baru hidupnya di
Al-Hirah, di Al-Hirah Fatih dapat bertemu Pamanya yakni seorang pejuang
pembrontakan yang telah melarikan diri ke Al-Hirah paska kematian Ayahnya.
Di
Al-Hirah Fatih kembali menulis, namun karena biaya yang telah menipis sampai-sampai
uangnya harus habis ketika menginjak bulan pertama, karena maklumlah Paman
Fatih adalah orang seadanya dengan rumah yang
sederhana dengan biaya seadanya membuat Fatih tak tega untuk tetap
menetap di sana selama berminggu-minggu lamanya, Fatih Pun memutuskan untuk
tinggal di sebuah asrama para perantau yang di sediakan oleh pemerintah
setempat. Sebelum pergi Paman Fatih bernama Husain menawarkan Fatih agar tetap
tinggal di sini, tapi Fatih tetap tak mau merepotkan keluarga mereka
dikarenakan beranak 4 dan tempat yang sangat pas-pasan membuat Fatih tak mau
menambah sempit jatah makanan mereka serta tempat tidurnya.
Sesampai di asrama itu, Fatih kembali menulis
dan bekerja sambilan sebagai buruh bangunan yang gajinya cukup untuk membiyai
makan dan asrama, Fatih melalui hari-hari sulitnya karena asrama yang memakai
sistem militer senior di mana setiap perintah senior adalah fatwa jika tak
terpenuhi maka pukulan pun akan mendarat. Di suatu kejadian Fatih menumpahkan
minumnya di meja para senior ketika sedang santap malam. Senior di sisi kiri
pun berdiri dan menunjuk Fatih dengan
jari telunjuk dan berkata “Jangan menghina kami dengan menumpahkan minum
itu”. Fatih pun tetap menatap lurus kedapan seolah meanggap tak ada yang
terjadi. Senior dengan badan kekar dan besar memanggil Fatih “Kamu tak
menghargai kami sebagai senior, harusnya kalau kamu punya rasa hormat mintalah
maaf”. Fatih pun berbalik dan sambil memegang piring dan sebuah gelas berkata:”
perlukah saya menghormati anda, saya yang
salah ataukah anda yang gila akan hormat, mungkinkah jika ku lakukan
ini”. fatih pun meleparkan gelas itu di baju senior tadi, kemudian senior sontak
refleks melompati meja yang ia duduki dan menghampiri Fatih dengan sebuah
tendangan. Mudah saja bagi Fatih menangkisnya sekaligus mematahkan kaki senior.
“jangan gila hormat dan maaf, saya tak sengaja anda sudah terlalu berlebihan,
senior lain biasa saja tapi seperti anda merasa paling kuat sebagai senior di
sini sehingga menganggap kami babu dan lemah”. Dengan kondisi tergeletak,
insiden pun membuat para senior yang
asiknya menyantap makan malam yang mengerumuni Fatih dan mencoba
memukulnya, tanpa panjang lebar teman-temannya seangkat pun memukul senior
yang pertama maju untuk memukul Fatih,
terjadi baku pukul antara senior dan junior, banyak yang terluka Fatih juga
demikian membiru semua wajahnya karena pukulan dan tendangan tak sedikit senior
yang di patahkan kakinya oleh junior, malam itu adalah malam yang begitu ruwet
dan mumet, mengetahui hal ini, penjaga asrama pun menghentikan insiden gila
ini.
Insiden itu membuat Fatih di usir dari asrama
namun jiwa membrontak kepada penghianatan membuat Fatih menampar wajah pimpin
Asrama sebelum pergi dan berkata:” saya tak pernah berbuat lebih di sini,
seniorlah yang merasa seperti Nabi yang
ingin di puja puji, niat saya hanya ingin mematahkan sifat Keji mereka itu,
namun anda ingin saya keluar dengan insiden yang mereka puitisasikan sendiri
sehingga saya yang di salahkan”.
Tak terima dengan perkatan dan tamparan kepala
Asrama berlari memanggil polisi, Fatih pun berlari keluar asrama dengan nafas
yang tersenduh-senduh panik, sesampai di luar Fatih berlari menuju pasar untuk
menghilangkan jejaknya, menyusuri gang-gang dan teriakan pembeli penjual membuat para polisi hampir
kehilangan jejak tapi Fatih terjatuh di sebuah tumpukan sayur karena kaki
tersangkut oleh besi panjang, tiba-tiba lewatlah Pamanya Husain: Masuklah cepat
di kotak ini ujar pamanya. Para polisi itu kewalahan mencari Fatih yang hampir
saja di pukul tapi berkat penyelamatan indah pamanya membuat Fatih selamat dari
hukuman.
Husain: kenapa engkau sampai di kejar-kejar
polisi?
Fatih: saya di keluarkan dari asrama itu
karena membuat kekacauan, merasa kecewa dengan itu saya menampar pimpin Asrama
itu.
Husain: Kenapa?
Fatih: Senior memukul saya kemudian saya
membalasnya. Tak tega teman-teman saya melihat hal ini, makanya mereka
membantunya saya, di tuduhlah saya yang membuat onar padahal merekalah maka
berkobar-kobar membuat di usir dari asrama.
Husain: ya sudah, tinggal di rumah Paman,
besok kita ke Istana Raja. Kemas barang-barangmu kita berangkat menuju negara
tengah.
Di sanalah Fatih melihat langsung kehidupan raja yang mewah bagaikan surga,
sehingga teman-teman sastrawan menuliskan dalam satu bab di buku itu tentang “
Surga manusia Iblislah yang
menempatinya”. Para wanita cantik menghiasi kerajaan, patung-patung
keluarga raja di lapisi emas, barang-barang antik di seluruh dunia ada di sini,
di surga para Iblis. Sungguh hanya surga Tuhan yang dapat mematahkan keindahan
ini, indah sekali!. Fatih menatapnya seperti anak kampung pedalam yang pertama
melihat pesawat terbang dan duduk di sana untuk waktu yang lama.
Husain: sekarang kamu bekerja sebagi pengantar
makanan kerajaan. Mulai dari Ratu dan Raja sampai putrinya.
Fatih: kenapa saya di pekerjakan disini?
Husain: tunggulah selama seminggu,
berkellingalah, kelak kamu akan tau kenapa kamu bekerja di sini.
Seminggu Fatih bekerja sebagai tukang, tukang
antar makanan raja, karena Raja dan Ratu lebih menyukai santap resmi di meja
panjang ketika malam dan pertemuan kerajaan. Raja lebih memilih halaman
rumahnya sebagai tempat santap siang di mana ketika santapan di lahap dengan
anggun, di perhadapankan dengan taman-taman hijau indah dengan denyat-denyut
air mancur sebagi instrumennya, dan burung-burung minum dan bersih-bersih di sana sesekali
sehepas hujan waktu romatis keluarga
raja ketika pelangi menjadi lukisan alami yang menggugah jiwa tapi
sayangnya tuan putri tak di rumah menikmati fasilitas mewah itu. Tak tau mengapa
seminggu bekerja tak pernah ku lihat wajah cantik putri raja yang terpampang
lukisan karikaturnya. Goresan pensil hitam putih yang tak cukup jelas
menafsirkan cantiknya, membuatku penasaran kenapa wanita dengan senyuman manis penuh
ceria namun penuh wibwah seperti Ibundanya.
Di tengah malam.....
Husain: Bangulah, bangun. Kita akan ke
pinggiran kota malam ini.
Bertanya-tanya dalam hati Fatih, apakah pamanku memang sakit jiwa
sehingga aku bangun ketika pagi belumlah tiba.
Husain: apa yang kamu lihat selama seminggu?
Fatih: saya seperti mengenal wajah-wajah
penjaga itu, tapi ku anggap mungkin mirip saja
Husain: ceritakan lebih
Fatih: kenapa beberapa pekerja dapur wajahnya
seperti tergores sayatan pedang di pipinya?
Husain: adakah kebingungan yang lebih?
Fatih: seperti ada beberapa wajah di sini yang
lekukan pipinya sama seperti Ayah, dan
mengapa beberapa orang di sini sering menegurku seakan kenal dan memang benar
mereka mengenal namaku ketika hendak kembali ke rumah. Tapi tidak ketika aku
sedang bekerja di istana.
Husain: merekalah keluargamu yang
terbingungkan dalam pikiranmu. Mereka adalah pengikut Ayahmmu, hanya tanda
lahir di pundakmu membuat mereka kenal dirimu ketika sedang berganti baju di
ruang kerja, makanya kenapa tak ada perempuan yang bisa menegurmu tapi lelaki
sering. Mengapa wajah Ayah seakan sama seperti wajah para penjaga, mengapa para
pekerja dapur seperti tesayat pedang pipinya. Ketahuilah bahwa mereka adalah
budak-budak yang di ambil dari Negeri Tazkia, tapi sesungguhnya mereka adalah
mantan pejuang di zaman bapakmu, setelah kematian bapakmu mereka memutuskan
untuk ke Istana bekerja secara gratis di sana dengan jaminan hidup yang lebih
layak dan melupakan semua kejadian itu.
Fatih: mengapa harus pembrontak yang di
perbudak?
Husain: tak ada perlawanan dan selepas Ayahmu
meninggl, tak ada sosok pemimpin di kelompok kita. hanyalah paman yang di
tunjuk menggantikannya, tapi paman sadar Ayahmulah seorang pejuang dan pemimpin
sesungguhnya. Dengan berat hati agar pembrontak di anggap telah bersih dan agar
teror kepada keluarga tak lagi terjadi kami memutuskan menjual diri kami di
pasar Budak yang berada di TAZKIA.
Dan hari ini semua telah lupa. Akan tetapi
dendam kembali membara
Fatih: apakah belum terselesaikan semua pembrontakan ini sejak kematian
Ayah?
Husain: Hampir. Tapi kamulah yang membuatnya
kembali bersemangat, dendam itu hidup, karyamu membuat raja tak tidur 3 hari
dan hampir-hampir gila di buat olehmu. Raja kembali menyerang sastra bukan
pembrontak lagi.
Fatih: adakah semangat itu masih berkobar
lagi?
Husain: Dia membakar jiwa, ketika beredar
kabar dari sahabatku yang melihat engkau mengurusi jenaza Ibumu sendiri dan
tanpa menaruh nisan, engkau menguburkan ibunda di belakang rumahmu bersamping
dengan Ayah karena mungkin akan tercium bahwa engkau adalah anak Aziz Bin
Fatih. Kesakitanmulah yang membuat mereka lebih membara
Fatih: Apa yang terjadi setelah mereka tau
kematian Ibunda
Husain: Kami membunuh mata-mata raja terbaik, membuang
jenazanya dan di alirkan di sungai sampai sudara kita menjemput jenazanya di
Al-Huston, dan merekayasa kematian itu dengan kecalakaan kerja.
Fatih: Apa yang harus tetap saya lakukan dan
hentikan
Husain: tunggulah. Berkerjalah dengan bahagia,
sampai raja akan jadi korban terakhirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar