Selasa, 28 April 2015

My Name Is Riba (part7)



Sastrawan



13 tahun di Al-Hamra belajar agama dan sastra. Membuat kematangan berpikirnya semakin terukir.
Masa muda yang penuh dengan karya, bekerja sebagai jurnalis dan penulis, Fatih banyak menulis tentang cara pandang islam tentang riba, serta buku-buku yang mengkritik habis Raja Alim dan Gubernur Manaf. Gaya pemberontakan era baru, Fatih mendirikan organisasi sastra yang di kelilingi para cerdas Al-hamra dan pemuda-pemuda Tazkia yang senasib dengan Fatih di tinggal mati Ayahnya pasca berperang melawan negara sendiri.

Organisasi ini berjalan dengan pesat, hanya membutuhkan 2 tahun untuk mengeluarkan karya-karya terbaik mereka, memberitahukan kepada seluruh rakyat bahwa inilah negara kita, negara yang manis di luar tapi pahit menusuk di dalam, mereka menulis karya-karya yang membongkar semua Aib kerajaan, membocorkan pengeluaran negara yang  sangatlah boros, mengatakan bahwa raja Mahmuda hanyalah  raja rakus yang akanmenghabiskan harta karun peninggalan kakeknya. Raja gemuk dan bodoh yang  hanya mandi susu bersama keluarganya untuk menghabiskan keuangan Negara. Sementara rakyat menderita lapar dan penyakit. Membongkar semua kebusukan pembangunan patung monumen dan pembagian bonus yang hanya akan menghancurkan negara secara perlahan. Hanya butuh sekejap dapat membuat suasana pemerintahan Bani Mahmuda tergoncang hebat, terkapar tercengang, seolah ada virus baru yang memporakporanda kesenangan raja rakus. Hanya perlu waktu tak banyak untuk meruntuhkan Hamdan Manaf dan memaksa Raja Mahmuda untuk sadar akan posisinya.

Malam itu istana seolah heboh dan malu ketika melihat banyak karya sastra yang telah beredar , nama raja dan Hamdan Manaf telah rusak di 4 wilayah sekaligus. 

Malam itu pun rapat di gelar.
Raja Alim: “Siapa yang berani-beraninya membongkar semua aib kerajaan dan anggaranya haa, padahal kita telah membuat rakyat senang agar tak ada lagi yang mengganggu ketenagan kita. Ini saat kita menikmatinya setelah beberapa generasi melalui perang panjang. Kalian semua, gubernur pemimpin 4 wilayah beserta kabinet. Cari siapa pelakunya, bakar semua karya sastra itu, dan sewa semua sastrawan di Al-hamra untuk meluruskan isu ini. jika masih ada lagi kiriman sastra selanjutnya maka bunuh mereka.” Palu pun di ketuk sudah, sebagai tanda bahwa titah raja telah menjadi hukum permanen. 

Mengetahui kejadian, Fatih dan para sastrawan lainnya, berpencar dan bersembunyi menjaga keluarga mereka, karena mereka yakin bahwa intel raja sangatlah banyak yang  dapat mengancam keselamatan mereka. Sebulan sudah semenjak karya sastra mereka mengguncang kerajaan, kembali mereka menulis untuk membocorkan korupsi yang  raja lakukan serta bisnis kotor yang di lakukan Raja dan Hamdan Manaf yang mengakibatkan raja Alim tak mau melepaskan jabatan Hamdan meski telah mengalami kekacauan karena uang rakyat di putar dengan sistem riba ternyata di fungsikan untuk bisnis mereka.

 Raja terus melahap habis kekayaan alam di jual terus menerus menunggu harga kemudian menjualnya dengan harga berlipat-lipat beserta bunga untuk setiap tanah kerajaan, jika lahanya  telah menghasilkan maka rakyat wajib memberikan 60% kepada kerajaan dan 20% kepada Hamdan sebagai pemimpin Bisnis itu. 

Dan ketika Rakyat pun mengetahui semua, bencana pun tiba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar